Text
Sastra Nasionalisme Pascakolonialitas
Bagi saya, salah satu unsur terpenting dalam penulisan esai adalah memposisikan diri. Memposisikan diri bisa dimaknai sebagai "berpendapat", dalam arti mengekspresikan pandangan atau penilaian mengenai permasalahan tertentu. Namun dalam perkembangannya, khususnya dalam jangka waktu tujuh tahun yang terdokumentasikan dalam kumpulan esai ini, usaha memposisikan diri juga semakin sering dan semakin eksplisit saya kaitkan dengan peta relasi kekuasaan global dan posisi saya sendiri di dalamnya. Sebagai perempuan berkulit putih asal Eropa yang menulis dalam bahasa Indonesia, di manakah saya beriri?
Ada persoalan apa dengan identitas saya sebagai perempuan berkulit putih asal Eropa, dan apa kaitannya dengan kegiatan tulis-menulis yang saya geluti? Untuk menjawab pertanyaan itu, saya ingin berangkat dari sebuah anekdot yang diceritakan pemikir pascakolonial asal India Gayatri Chakravorty Spivak dalam sebuah dialog seputar masalah representasi.
Katrin Bandel lahir 29 Desember 1972 di Wuppertal, Jerman. Menyelesaikan studi doktoral dalam bidang sastra Indonesia pada tahun 2004 di Universitas Hamburg, Jerman, sengan topik "Pengobatan dan Ilmu Gaib dalam Prosa Modern Indonesia. Sejak tahun 2002 menetap di Yogyakarta. Tulisannya yang mayoritas berbahasa Indonesia terbit di berbagai media, baik media umum maupun akademis. Sejak tahun 2004 sampai sekarang mengajar pada Program Magister (S2) Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma (Yogyakarta). Kumpulan esainya Sastra Perempuan Seks terbit pada tahun 2006.
Kumpulan esai ini mendokumenasikan perjalanan penulisan saya selama tujuh tahun terakhir, yaitu masa yang membawa saya kepada kesadaran semakin kritis akan relasi kekuasaan global yang membentuk dunia intelektual tempat saya berkarya. Dalam anekdot yang saya kutip di atas, Spivak mengajurkan sebuah "kemurkaan" atas "script keji" yang disedikakan bagi kami, manusia keturunan penjajah yang mesti berhadapan dengan berbagai bentuk ketidakadilan yang disebabkan oleh ulah bangsa kami. Kemurkaan semacam itu yang cccoba semakin eksplisit saya kembangkan dan saya ekspresikan dalam esai saya ini.
No other version available