Buku ini berisi kumpulan cerpen. Bahasa yang digunakan dalam cerpen-cerpen ini lancar dan menarik dengan gaya yang khas. Dalam kedua belas cerpen ini terdapat cerita tentang manusia dan masalahnya yang universal dan abadi. Cerita korban-korban yang ditulis tahun 1961, menyentuh hati saat dibaca kembali saat ini.
buku ini mengahdirkan empat karya motinggo sebelumnya, karya karya motinggo tersebut yang ditulis semasa dia tinggal di yogyakarta memberikan gambaran mengenai persoalan masyarakat indonesia pada masa awal pasca prang kemerdekaan.
Buku ini berisi 10 cerpen yang berjudul Tukang Grafir, Kota Kami Dahulu, Lima Belas Tahun Tidak Lama, Pisau Karton, Restoran Masih Terbuka, Senjata, Mainan Keluarga, Amini, Tuhan Dengan Suatu Malam, dan Keberanian Manusia.
Sunarto, tokoh utama dalam novel ini termasuk dalam orang-orang yang menang yakni mereka yang berani menjalani kehidupan ini betapapun pahitnya, dan mereka yang berani menghadapi kenyataan betapa pun menyakitkan. Ia bangkit dari kehancuran dan kembali menjalani kehidupan karena tabah akan kenyataan bahwa wanita yang dikasihinya adalah seorang perempuan jalang yang mempermainkan dirinya.
Buku ini mengisahkan penderitaan batin Bastian yang dipaksa berkonfrontasi dengan ibu tiri dan lingkungan tempat ia bekerja, hanya karena keyakinan bahwa ia sangat mencintai ayah kandungnya. Ketika pada suatu saat ia berhasil menemukan sari kebahagiaan, kembali ia dihadapkan pada sebuah kenyataan hidup yang paling menyakitkan; ia telah mengawini adik kandungnya sendiri.
Novel ini berkisah tentang kehancuran sebuah rumah tangga. Pengisahan yang tajam dan sinis seraya menyindir kehidupan di dunia.