Buku ini adalah warisan Tan Malaka yang paling brilian. Di sebuah pondok reyot daerah Cililitan, Tan Malaka menyusun buku ini selama 8 bulan. Buku ini dimaksudkan sebagai cara berpikir kaum proletar Indonsia. Cara berpikir yang berdasarkan materialisme dan logika. Buku inilah cara untuk mengikis habis sisa-sisa feodalisme dari bumi Indonesia.
Rumah penjara bukanlah asing lagi bagi saya. Di Indonesia, saya diperkenalkan dengan tiga penjara sebelum berangkat pada tahun 1922, ialah penjara Bandung, Semarang, dan Jakarta. Di Manila saya berkenalan pula dengan penjara. Penjara Hongkong-pun tidak melupakan saya. Sebaliknya tiap-tiap rumah penjara atau semua rumah yang berbentuk penjara atau semua rumah yang berbentuk penjara seolah-olah d…
Langit atap rumahnya, rumbut kuburnya, mortir, mitraliur, karabin, bantalnya atau dengan granat dan bambu runcing, dalam panas hujan dia berbaring!
Barang siapa sungguh menghendaki kemerdekaan buat umum, segenap waktu ia harus siap sedia dan ikhlas buat menderita kehilangan kemerdekaan diri sendiri."