Buku ini berisi kisah yang kaya imaji dan simbol, sugestif dan dinamis, kerap seperti protes pada bentuk pengucapan literer yang konvensional. Cerpen-cerpen ini mencuatkan kritik sosial dengan konsep teror mental yang menggemaskan."
Buku ini berisi 17 cerita pendek yang diilhami oleh peri kehidupan, serba kesempitan, serba pasrah, sertba menerima, dan serba kalah.
Ada 17 cerpen Putu Wijaya di dalam buku ini. Perpaduan antara dunia kenyataan dan dunia impian adalah tema besar yang muncul di dalam buku ini. Judul-judul cerpen dalam buku ini antara lain Babi, Dompet, 1981, 1980, Takut, Mimpi, Aktor, Los, Kejetit, Pulang, Bodoh, Hadiah, Moh, Roh, Neraka, Maria, dan Bisma.
Dag Dig Dug merupakan sebuah drama yang menarik. Ia baru dalam berbagai segi. Pengarang tak mengacuhkan watak dari tokoh-tokohnya seperti dalam lakon biasa. Mereka hadir ke hadapan kita membawa kejadian yang sebenarnya terjadi dalam bathin, pikiran dan angan-angan mereka. Dan masalah kematian menempati urutan paling atas sebagai pembicaraan tokoh-tokohnya. Dialog-dialognya yang konyol dan segar…
Cerita lakon Gerr ini berisi sindiran-sindiran yang terutama ditunjukkan kepada sekelompok orang yang suka memaksakan kehendaknya pada orang lain. Bahasanya kocak, menggunakan istilah-istilah yang banyak digunakan anak-anak muda sehingga adegan-adegannya menjadi hidup dan menarik.
Tokoh Utama novel ini berangkat naik bus menuju Jakarta untuk mencari seseorang. Di tengah perjalanan disadarinya bahwa dompet dan buku catatannya ketinggalan. Tetntu saja ia sama sekali tidak mempunyai pegangan, siapa yang akan ditemuinya di Jakarta. Ia sudah biasa menyimpan kenangannya dalam buku catatan sehingga sama sekali tidak berhasil mengingat-ingat nama orang yang dicarinya itu, disamp…
Roman ini menyatakan bahwa kekejaman dalam diri manusia itu tak terkalahkan. Pada pembaca timbul pertanyaan apakah segala tindakan kita yang kelihatannya baik itu, sesungguhnya didasari oleh sesuatu yang keji yang selalu menguasai perbuatan kita?
Novel ini merupakan roman potret kejiwaan seseorang Indonesia yanghidup dalam suatu zaman saat norma-norma tidak ada lagi dan saat perkataan dan perbuatan seseorang tak dapat dijadikan ukuran moralnya. Naskah buku ini mendapat hadiah pertama dalam sayembara mengarang roman yang diselenggarakan oleh panitia tahun buku internasional 1972 DKI Jakarta.
Lelaki yang hampir terbunuh itu, mengangkat kepalanya. Ia melihat segalanya persis seperti yang seakan-akan sudah diramalkan. Dan lebih dari itu ketika ia mencuri melihat ke lantai tiga proyek. Ke jendela tempat duduknya. Ia seperti melihat, tidak, ia benar-benar melihat. Lampu masih menyala. Korden jendela itu menguak. Dan wajah di sudut ruangan yang mengintip ke bawah itu adalah wajahnya send…
Novel ini memang agak berbeda dibanding Telegram dan Stasiun yang telah melambungkan nama pengarangnya. Novel ini adalah novel konvensional-nya Putu Wijaya. Namun, kekuatan novel itu justru pada penyajiannya demikian. Lewat gaya bertutur dan plot yang tergolong konvensional, berhasil mengangkat masalah adat di Bali yang begitu ketat dan dalam beberapa hal justru dianggap merugikan.rnrnPutu Wija…