Buku ini berisi puisi-puisi Sutardji dan kredo puisinya yang hendak membebaskan kata dari segala beban yang dibebankan kepadanya seperti moral, gramatika, kamus, dan segala pengertiannya. Ia ingin mengembalikan kata kepada mantra karena pada mulanya kata adalah mantra.
Buku ini berisi kumpulan puisi yang ditulis oleh Mochtar Pabottingi. Buku ini didahului oleh kata pengantar Ignas Kleden, dan catatan penutup oleh Joko Pinurbo. Dalam buku ini juga terdapat sebuah tulisan pembelaan diri penulis tentang mengapa ia menulis puisi.
Buku ini menampilkan kontemplasi yang lembut, tidak seperti harimau yang mengurung diri di dalam benteng yang kelam. Juga bukan tergolong penyair yang mencipta puisi yang populer. Dia hanya seekor harimau yang hilir mudik mengibaskan ekor karena gerah terhadap lingkungan, dan bukan seorang pemberontak, karena pemberontak di zaman orde baru tak akan berani terang-terangan menyatakan diri membero…
Buku ini lahir karena keprihatinan terhadap situasi Tanah Air yang penuh gejolak sosial dan politik akibat krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjangan menumbuhkan benih-benih perpecahan dan disintegrasi bangsa. Puisi mencoba menyejukkan suasana dan merekatkan kembali ikatan yang telah retak dan merenggang.
Di dalam buku ini terdapat 21 puiai yang menyajikan kejadian-kejadian politis di tahun 1998 sebagai setting dan latarnya. Menarik untuk melihat posisi penyair di tengah setting dan latar tersebut. Salain keindahan, teman-teman dapat menjadikan puisi-puisi dalam buku ini sebagai salah satu referensi kisah tentang perisitiwa 1998 yang terjadi di Indonesia.
Buku ini berisi puisi-puisi yang ditulis penyair baik di Indonesia maupun di Prancis dalam 12 tahun. Sajak-sajak yang ditulisnya antara lain Sumber, Torehan, Spleen, Ahir tahun, Hujan, La nausee, Musim semi, Slemmestad, Seperti dalam mimpi, Kutuliskan, Salju, Am Lunsberg, Sulla terra nuda, Serang, Au revoir, Malam-malam musim itu, Sajak dalam angin, Tanah tua, Au revoir, Tanda, Seascape, Penyeb…
Puisi di buku ini antara lain berjudul Doa Pagi, Rindu, Sajak Melati, Beri Aku, Jendela di Seberang Jalan, Sajak Pergulatan kita, Syair di Atas kapal, Angsa putihku, Sajak doa, Sepi, Jam dinding, Rinduku, episode, Dosa, Hidup, Anu, Yogyakarta, Ingin sekali aku, Cemara Meluruhkan sepimu, Duh Gusti, Aku, Kepada gadis anu, Ramadhan, Sore ini langit tidak biru, damai dan sederetan puisi lainnya yan…
Buku ini ditulis selama penulisnya bermukim di Amerika dan sebagian besar belum pernah dimuat dalam majalah. Dalam sajak-sajak tersebut terasa bahwa penulis mempersoalkan hidup dan kehadiran manusia dari sisi filosofis, bahkan jika melukiskan keadaan kotapun berusaha mencari dan melihat latar belakang yang lebih jauh lagi.
Buku ini berisi puisi-puisi Goenawan Mohamad yang inginnya ia sambung-sambungkan dengan konsep Stimmung yang digagas oleh Nietzsche yakni suasana afektif nada-nada yang ada dalam seseorang ketika puisi diciptakan dan yang bila berhasil dihidupkan kembali dalam suatu sajak atau prosa akan membangun suatu kualitas estetika yang menyentuh. Suasana afektif yang bukan kata tetapi musik di belakang k…
Buku ini menyudutkan nilai-nilai yang tumbuh dari nurani. Maksudnya membangkitkan paradoks-paradoks melalui pembelahan jiwa manusia sehingga gugatan demi gugatan atas kedzaliman sampailah pada puncak mengerikan, bahkan, sederet sajak dengan estetikanya pun harus dihadapkan pada ketakberdayaannya.