Text
Indocina Persilangan Kebudayaan
Buku ini mengupas sejarah kebudayaan di Indocina secara lengkap dan menyeluruh, mulai keadaan geografisnya, sejarah raja-raja yang berkuasa, arsitektur, hingga seni arcanya yang tinggi. Buku ini, yang dilengkapi dengan gambar-gambar dan foto-foto berwarna sangat bermanfaat untuk perbandingan, dan membuka prespektif baru bagi dunia ilmu Sejarah Kebudayaan terutama Sejarah Kebudayaan Asia Tenggara.
Kawasan Indocina mencakup negara Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Myanmar, dan Malaysia, memiliki posisi geografis sangat strategis karena letaknya di titik persimpangan Asia Tenggara. Itulah sebabnya Indocina banyak mendapat pengaruh dari berbagai kebudayaan besar di luar wilayahnya yang mendorong terbentuknya peradaban tinggi yang tercermin, antara lain, dalam keseniannya.
Indocina: Persilangan Kebudayaan adalah buku pertama dalam bahasa Indonesia yang mengupas sejarah kebudayaan di Indocina secara lengkap dan menyeluruh, mulai keadaan geografisnya, sejarah raja-raja yang berkuasa, arsitektur, hingga seni arcanya yang tinggi. Buku ini, yang dilengkapi dengan gambar dan foto-foto berwarna, sangat bermanfaat untuk bahan perbandingan, dan membuka perspektif baru bagi dunia Ilmu Sejarah Kebudayaan, terutama Sejarah KEbudayaan Asia Tenggara.
Di antara berbagai bentuk budaya yang dihasilkan oleh penduduk Indocina, ungkapan yang paling memukau adalah seni rupa mereka. Pertama, karena pada dasarnya, seni rupa itu merupakan satu-satunya peninggalan masa lalu. Berlawanan dengan apa yang terjadi di India dan Nusantara, di wilayah ini seni suara dan seni gerak telah musnah sama sekali. Karya sejarah atau keagamaan yang tertinggal hanyalah fragmen yang ditulis pada batu. Itu pun, dari peninggalan kebudayaan besar semenanjung itu pada periode pengaembangan selama lima atau enam abad peratma Masehi, yang tersisa hanyalah beberapa prasasti dan kesaksian tidak lengkap pakar sejarah Cina di masa lalu.
Hanya penggalian arkeologilah yang dapat memberikan penjelasan lebih banyak tentang tahao awak itu, yang tentunya penting sekali. Tetapi, selain melalui penemuan yang diperoleh secara kebetulan dan hasil beberapa penelitian yang sangat tidak lengkap, wilayah ini praktis belum terjamah. Mulai abad ke-7 M, lebih banyak prasasti baru yang selamat, yang menggambarkan kerangka sejarah yang agak mendetail. Sejak masa itu, candi dibangun dengan batu atau bata, dewa dipahat pada batu pasir atau dicor dengan perunggu. Candi itu dapat bertahan dalam perjalanan waktu, dan melestarikan aliran keagamaan yang mendasari pembangunannya.
No other version available