Text
Imajinasi Islam : Pikiran-Pikiran yang Membentuk Masa Depan, 70 Tahun Prof. Dr. Komaruddin Hidayat
Buku ini dierbitkan sebagai persembahan untuk menyambut 70 tahun Prof. Dr. Komaruddin Hidayat. Di dalamnya terhimpun 50-an tulisan para akademisi dari berbagai universitas dalam dan luar negeri yang membedah masa depan agama dan peradaban manusia.
Bukan sekadar kado ulang tahun untuk Mas Komar, buku ini menandai kebangkitan pemikiran Islam pasca gerakan pembaruan.
- Prof. Dr. Amin Abdullah, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Mas Komar itu intelektual penghubung. Penghubung lintas - pemikiran, lintas - agensi, dan lintas - iman.
- Yudi Latif, Ph.D., Pemikir Kenegaraan.
Prof. Komarddin's vision enabled an expansive, imaginative Islam to flourish within the challenging conditions of the modern world.
- Abdullah Sahin, Ph.D., University of Warwick, UK.
Sosok Komaruddin Hidayat yang identik dengan gagasan besar dan inklusif itu tidak terlepas dari latar belakang keluarga dan pendidikannya. Ia lahir di Magelang, Jawa Tengah, pada 18 Oktober 1953. Setelah lulus SD, beliau belajar di Sekolah Teknik Kanisius, Muntilan, jurusan pertukangan kayu. Ayahnya meninginkan dia menjadi tukang kayu yang sukses. Banyak tukang kayu di kampungnya hidup sejahtera, dan rumah mereka bagus-bagus. Orang tuanya tidak masalah Komaruddin belajar di sekolah Katolik. Namun , Komar kecil rupanya tidak ingin menjadi tukang kayu. Ia lalu masuk pesantren. Yang tersisa ialah kenangan tentang perjumpaan iman di usianya yang masih dini di sekolah Katolik itu, ketika ia kerap menyaksikan upacara kebaktian. "BAgi saya itu pengalaman yang mengesankan," ujarnya suatu ketika.
Lalu Komaruddin menghabiskan masa remajanya di Pesantren Modern, Pabelan, Magelang (1969) dan Pesantren al-Iman, Muntilan (1971). Gurunya di Pabelan, K.H. Hamam Dja'far, merupakan ulama dengan pemikiran progresif. PEsanterennya kerap dikunjungi oleh para intelektual dan tokoh lintas agama, sehingga terbentuk jaringan ide dan aktivisme yang memaksa lingkungan internal pesantren menerima dinamika yang berkembang di luar dan sekaligus menyerapnya secara kreatif.
Pandangan dan sikap hidup sang kiai menjai "kurikulum" yang memengaruhi cara berpikir para santrinya. Ini pula tampaknya yang menjelaskan mengapa para alumni Pabelan muncul sebagai tokoh yang berada di garis depan dalam mewacanakan ide progresif. Termasuk di dalamnya ide kebebasan sipil yang sekarang menjadi alat perjuangan melawan fundamentalisme dan ektremisme agama. Sebab berbeda dengan sebagian pesantren yang cenderung ekslusif dan monolitik, Pabelan menganut prinsip keterbukaan dan pluralistik.
No other version available